(Foto : Assetcache)
Jakarta, Tes menggambar biasanya dilakukan untuk mengetahui kepribadian manusia. Tapi, sebuah penelitian menemukan bahwa tes mengambar juga bisa dilakukan untuk memprediksi risiko kematian pasien stroke.
Jakarta, Tes menggambar biasanya dilakukan untuk mengetahui kepribadian manusia. Tapi, sebuah penelitian menemukan bahwa tes mengambar juga bisa dilakukan untuk memprediksi risiko kematian pasien stroke.
Sebuah tim riset dari Swedia mencari suatu cara yang dapat diandalkan untuk mengetahui risiko kematian pasien stroke. Penelitiannya menemukan bahwa sebuah tes gambar sederhana ternyata bisa dijadikan cara yang tepat.
Tim riset ini dipimpin oleh Dr Bernice Wiberg dari Uppsala University di Swedia. Data peserta dalam penelitian dikumpulkan dari Uppsala Longitudinal Study of Adult Men yang melacak berbagai penyakit jantung dan faktor risiko stroke pada 2.322 orang sejak usia 50 tahun.
Dalam penelitian baru yang dipublikasikan British Medical Journalini, para peneliti memantau langsung lebih dari 900 orang peserta dari tahun 1991 - 2006. Pemantauan dimulai ketika para peserta berusia sekitar 70 tahun. Pada awal penelitian, tak satu pun peserta penelitian yang didiagnosa mengalami stroke.
Para peserta mendapat pemeriksaan medis lengkap dan juga menjalani evaluasi fungsi kognitif. Kesemuanya menyelesaikan tes menggambar yang disebut Trail Making Test (TMT) serta mini mental state exam (MMSE) yang banyak digunakan untuk mendeteksi demensia.
Dalam TMT, peserta diminta menggambar garis secepat mungkin antara angka atau huruf dalam urutan. Skor yang diberikan adalah jumlah waktu dalam hitungan detik yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas. Kemampuan umum yang ingin diketahui dari MMSE adalah fungsi kognitif umum seperti orientasi, memori dan berhitung.
Selama masa penelitian 14 tahun, 155 orang peserta mengalami stroke. Lebih dari separuh di antaranya meninggal dalam waktu 2,5 tahun dan 22 orang meninggal dalam waktu 1 bulan setelah terkena stroke. Para peneliti menemukan bahwa peserta yang mendapat skor buruk pada tes TMT lebih besar kemungkinannya untuk mati.
Peserta dengan skor TMT yang nilainya 30% paling rendah memiliki kemungkinan meninggal setelah terserang stroke 3 kali lebih besar dibandingkan yang skor tes menggambarnya 30% paling bagus.
"Saya terkejut menemukan hasil bahwa tes menggambar TMT adalah suatu prediktor stroke yang kuat. Jadi saya tidak terkejut jika tes ini juga terkait dengan risiko kematian akibat stroke, tetapi saya tidak menduga jika hubungannya begitu kuat, "kata Wiberg seperti dilansir Time Healthland, Minggu (13/5/2012).
TMT diduga bisa menyingkap gangguan kognitif tersembunyi akibat penyakit serebrovaskular yang gejalanya belum terlihat, tetapi masih memiliki efek merusak. TMT mudah dilakukan dan dapat membantu dokter meningkatkan informasi mengenai stroke pasien.
"Dengan kertas dan pena sederhana, kita sudah dapat memprediksi risiko kematian stroke dan juga setelah terserang stroke," kata Wiberg.
(pah/ir)
0 komentar:
Posting Komentar